Telah dibicarakan pada artikel sebelumnya (lihat artikel “Nanomedicine : An Introduction”) bahwa nenomedicine merupakan area penelitian kedokteran yang sangat berkembang cepat dengan fokusnya adalah pengembangan nanopartikel (NP). Pengembangan NP ini terutama digunakan untuk profilaksis, diagnostik dan aplikasi terapeutik dalam terapi kanker, penyakit kardiovaskular dan neurodegeneratif. Pada artikel kali ini, kita akan membahas mengenai aplikasi nanomedicine untuk kepentingan terapi kanker.
Saat ini telah berkembang terapi target yang bertujuan untuk mengeliminasi langsung sel tumor dengan efek samping yang sangat minimal. Berbeda dengan terapi konvensional seperti radiasi dan kemoterapi yang kurang spesifik dan menyebabkan kerusakan yang signifikan pada jaringan sehat, sehingga dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, seperti supresi bone marrow, rambut rontok, dan luruhnya sel epithelial usus. Salah satu pengembangan terapi target dengan tekhnologi nano adalah dengan menggunakan nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat maupun untuk kepentingan diagnostik.
Diagnosis dan terapi berbasis nanopartikel (NP) merupakan suatu strategi deteksi kanker yang lebih sensitif dan dapat dilakukan pada stadium yang lebih awal, serta menjanjikan suatu agen terapi spesifik tumor yang efektif dan noninvasif. Pembuatan kompleks NP multifungsional yaitu dengan cara enkapsulasi dan atau pengikatan secara kovalen dan nonkovalen komponen yang dapat memfasilitasi NP untuk mengenali kanker, mendistribusikan terapi dan membunuh sel tumor. Tentu saja untuk mendesain kompleks ini dibutuhkan pengetahuan mengenai reseptor spesifik tumor, biomarker, homing protein, dan enzim-enzim yang memfasilitasi ambilan selular agen terapeutik dan diagnostik dan dapat mempertahankan akumulasinya pada lingkungan mikro tumor. Molekul yang sering digunakan untuk mentarget tumor yaitu peptida, protein, asam nukleat dan ligan molekul kecil(1).
Gambar 1. Penggunaan Nanopartikel(2)
Penghantaran obat berbasis NP juga dapat memperbaiki bioavailabilitas dan profil toksisitas pada terapi kanker. Seperti yang telah diketahui bahwa kebanyakan obat antikanker bersifat hifrofobik (tidak larut dalam air), maka dari itu diperlukan suatu tekhnologi untuk mendesain suatu regimen dimana obat ini dapat terdispersi dan dapat digunakan sebagai larutan yang dapat diinjeksikan. Formulasi nano pada agen kemoterapi ini dapat mengurangi kebutuhan akan organic solvent yang bersifat toksik, meningkatkan bioavailabilitas dan waktu retensi obat, memperbaiki indeks terapeutik, dan mengurangi efek samping yang berbahaya(1).
Terdapat 2 jenis nanopartikel, yaitu organik dan inorganik nanopartikel. NP organik mencakup poly-ε-lysine, quaternary ammonium compounds, cationic quaternary polyelectrolytes, N-halamine compounds, loposome dan chitosan. Sedangkan NP inorganic mencakup Silver (Ag), iron oxide (Fe3O4), titanium oxide (TiO2), copper oxide (CuO), dan Zinc Oxide (ZnO). Diantara NP organic, liposom merupakan vesikel yang paling sederhana dan sangat banyak digunakan sebagai pembawa khususnya pada target pasif, namun belum ada agen terapeutik berbasis liposom yang dikomersialisasikan. Secara umum, NP organik dianggap kurang stabil terutama pada suhu yang tinggi, karena itu untuk terapi kanker lebih banyak digunakan nanomaterial inorganic seperti gold nanoshell, iron oxide, dan hafnium oxide. Nanopartikel iron oxide telah dipasarkan di Eropa untuk terapi gioblastoma(2).
Gambar 2. Mekanisme Aksi Nanopartikel pada sel kanker (2)
Pustaka
1. Ventola CL. The nanomedicine revolution: part 2: current and future clinical applications. P T [Internet]. 2012;37(10):582–91. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3474440&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
2. Nesakumar T, Immanuel J, Karuppusamy I, Kathirvel B. Inorganic nanoparticles : A potential cancer therapy for human welfare. Int J Pharm [Internet]. 2018;539(1–2):104–11. Available from: https://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2018.01.034