Thursday, October 11, 2018

Mekanisme Resistensi Antibiotik pada Bakteri

By dr. Sari Eka Pratiwi


Bakteri merupakan agen penyebab penyakit infeksi yang menjadi salah satu fokus pada masalah kesehatan secara global (1,2). Antibiotik telah digunakan untuk mengobati infeksi yang berpotensi letal. Namun, penggunaan antibiotik yang begitu luas telah menyebabkan timbulnya patogen yang resisten terhadap antibiotik yang mencakup strain dengan resistensi multidrug(2,3). Mekanisme resistensi antibiotik yang pertama dilaporkan adalah adanya produksi penisilinase oleh E.coli patogen (2).
Mekanisme resistensi terhadap antibiotik pada bakteri dapat terjadi secara intrinsik maupun didapat (acquired) oleh adanya mutasi atau perolehan faktor resistensi melalui transfer gen (2,3). Resistensi secara intrinsik merujuk pada keadaan dimana spesies bakteri tidak dipengaruhi oleh paparan antibiotik, namun oleh adanya karakteristik fisiologis dasar seperti resistensi ȃ-lactam pada spesies Mycoplasma karena kurangnya dinding sel dan resistensi Vancomycin pada Enterobacteriaceae dikarenakan oleh membran luar spesies bakteri gram negatif (2).
Berbeda dengan mekanisme resistensi bakteri didapat (acquired) yang merujuk pada keadaan dimana bakteria yang biasanya dapat diterapi dengan antibiotik, menjadi tidak dapat lagi dihambat dengan konsentrasi yang sama. Resistensi didapat terbagi menjadi resistensi didapat secara horizontal (horizontally acquired resistance) dan resistensi didapat secara mutasional (mutational acquired resistance). Horizontally acquired resistance merujuk pada situasi dimana resistensi dihasilkan sebagai hasil dari transfer gen secara horizontal (HGT), secara umum terjadi pada konjugasi plasmid, transduksi phaga atau pengambilan DNA yang tidak spesifik. Sebaliknya pada resistensi mutasional terjadi ketika genom bakteri mengalami mutasi untuk menghadapi paparan antibiotik dan secara normal hanya mencakup perubahan satu atau beberapa nukleotida (2).
Mekanisme resistensi secara intrinsik
            Mekanisme ini merupakan kemampuan bawaan spesies bakteri untuk menghambat aktivitas agen antimikroba tertentu melalui suatu karakteristik struktural dan fungsional spesifik. Peristiwa ini dapat pula disebut dengan insensitivitas terhadap antimikroba, mengingat proses ini terjadi pada organisme yang memang tidak pernah dapat dihambat oleh obat antimikroba tertentu, misalnya diakibatkan oleh kurangnya afinitas obat terhadap bakteri target, obat tidak memiliki akses untuk masuk kedalam sel bakteri, ekstrusi obat oleh eksporter secara aktif yang dikode oleh kromosom bakteri, maupun diakibatkan oleh adanya produksi enzim bawaan bakteria yang menginaktivasi obat (2).
            Pada bakteria gram negatif, mekanisme resistensi secara intrinsik terjadi secara alami diakibatkan oleh adanya gen pada kromosom bakteri seperti β-lactamase, serta adanya dinding sel yang mengandung membran plasma, periplasma dan membran luar yang menjadi barrier untuk antibiotik (2,4). Membran luar merupakan barrier utama untuk penetrasi antibiotik melalui porin atau dengan difusi pasif melalui phospholipid-lipid A bilayer. Lipopolisakarida (LPS) membentuk barrier lainnya untuk kebanyakan antibiotik, tapi komponen polikationik seperti gentamicin dan colistin ditransportasikan melalui membran luar lewat interaksi dengan LPS pada proses self-promoted uptake. Pompa efluks superfamily resistance nodulation cell division (RND) merupakan pemeran utama dalam resistensi antibiotik bakteri gram negatif (2).
Gambar 1. Mekanisme Resistensi Intrinsik . Pada gambar ditunjukkan antibiotik beta lactam mentarget penicillin-binding protein (PBP). Antibiotik A dapat masuk melalui membran-spanning porin protein, mencapai target dan menghambat sintesis proteoglikan. Antibiotik B dapat masuk melalui porin namun secara efisien dikeluarkan melaui efluks. Antibiotik C tidak dapat melewati membran luar dan tidak dapat mengakses PBP target (3).
Contoh sederhana resistensi bakteri secara intrinsik yaitu terjadinya resistensi pada spesies tertentu diakibatkan oleh ketiadaannya target antibiotik spesifik yang cocok. Misalnya triclosan memiliki kemampuan untuk melawan bakteri gram positif dan sebagian besar gram negatif, tapi tidak dapat menghambat pertumbuhan anggota gram negatif dari genus Pseudomonas. Hal ini diakibatkan oleh adanya insensitivitas yang dibawa oleh alel fabI yang mengkode enzim reduktase enoyl-ACP tambahan (target untuk triclosan). Contoh kedua berkaitan dengan lipopeptida daptomycin, yang aktif melawan bakteri gram positif namun tidak efektif dalam mengatasi bakteri gram negatif.  Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan intrinsik pada komposisi membran sitoplasma, dimana bakteri gram negatif memiliki proporsi fosfolipid anion yang rendah didalam membran sitoplasma dibandingkan dengan bakteria gram positif. Kemudian perbedaan ini mengakibatkan efisiensi masuknya daptomycin dengan perantara Ca2+ menjadi berkurang(3). Contoh berbeda pada bakteri gram positif terdapat resistensi intrinsic terhadap aztreonam yaitu suatu golongan antibiotik beta lactam, yaitu dengan kurangnya penicillin binding protein (PBP) yang mengikat antibiotik tersebut (2).
 Tabel 1. Contoh mekanisme resistensi antibiotik secara intrinsik berbagai bakteri (2)

Mekanisme resistensi didapat (Acquired)
            Mekanisme resistensi didapat, terjadi melalui dua mekanisme yaitu mutasi dan transfer gen secara horizontal. Perubahan pada genom bakteri melalui proses mutasi atau transfer gen secara horizontal, akan menyebabkan perubahan pada protein yang diekspresikan oleh bakteri tersebut. Perubahan ini dapat terjadi pada fenotip struktural maupun fungsional, sehingga menghasilkan perubahan yang berkaitan dengan resistensi terhadap antibiotik tertentu (2). Secara umum, mutasi yang menghasilkan resistensi terhadap antibiotik dapat merubah kerja antibiotik dengan salah satu mekanisme berikut ini (5):
·         Modifikasi target antibiotik (menurunkan afinitas obat) sehingga menurunkan uptake obat
·         Aktivasi mekanisme efluks utuk mengekstrusi molekul yang berbahaya
·         Perubahan menyeluruh pada jalur metabolik penting melalui modulasi jalur regulator
            Terdapat beberapa contoh mekanisme resistensi yang diakibatkan oleh adanya mutasi. Sebagai salah satu contohnya adalah resistensi terhadap macrolide yang diakibatkan substitusi basa pada gen 23S rRNA. Namun, fenotip resistensi yang sama dapat pula terjadi akibat adanya mutasi didalam protein L4 dan L22 ribosom. Single nucleotide polymorphism (SNPs) dapat pula menyebabkan resistensi terhadap obat-obatan sintetik seperti quinolone, sulphonamide dan trimethoprim, dan mutasi pada gen rspL yang mengkode protein S12 ribosomal dapat menyebabkan resistensi derajat tinggi terhadap streptomycin. Mutasi frame shift pada gen kromosomal ddl, yang mengkode enzim sitoplasma d-Ala-d-Ala ligase dapat diperhitungkan menjadi penyebab resistensi terhadap glikopeptida (6).

Table 2. Mekanisme resistensi yang didapat (2)
Sebagai contoh, Staphylococcus aureus mengalami perubahan pada penicillin binding protein (PBP), yang merupakan protein yang diikat oleh antibiotik beta lactam dan diinaktivasi sehingga menyebabkan inhibisi sintesis dinding sel bakteri. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya ekspresi gen tertentu yang diinduksi oleh penggunaan penicillin secara berlebihan. Ekspresi gen ini menghasilkan protein PBP alternative (PBP2a) yang memiliki afinitas rendah untuk hampir semua antibiotik beta lactam, sehingga strain bakteri tersebut dapat bereplikasi walaupun mendapat paparan Methicillin dan antibiotik sejenis lainnya (2,5). Sedangkan pada bakteri gram negatif, menghasilkan beta lactamase untuk menghambat kerja dari antibiotik beta lactam (5).

Mekanisme transfer gen penyandi resistensi
Mekanisme utama untuk penyebaran resistensi antibiotik adalah melalui transfer horizontal materi genetik. Gen penyandi resistensi antibiotik dapat ditransfer dengan berbagai mekanisme.  Gen penyandi resistensi dapat pula mengalami rekombinasi kedalam kromosom bakteri resipien. Gen-gen ini dapat mengalami satu atau lebih mutasi pada sekuensnya. Sebagai contohnya, resistensi terhadap tetrasiklin pada kebanyakan bakteria seringkali diakibatkan oleh akuisisi gen baru yang sering dibawa oleh plasmid atau transposon, maupun pada saat konjugasi (2).
Transfer horizontal gen penyandi resistensi merupakan mekanisme penyebaran resistensi multiple-drug karena gen-gen ini dapat ditemukan dalam bentuk cluster  dan ditransferkan secara bersamaan pada resipien. Mekanisme ini dapat terjadi karena adanya elemen yang idsebut integrons yang merupakan struktur DNA spesifik yang memiliki kemampuan untuk menangkap gen, yang dalam hal ini adalah gen penyandi resistensi melalui rekombinasi pada daerah yang spesifik (2).
Gen penyandi resistensi umumnya dibawa oleh plasmid, transposon, atau integrons yang berfungsi sebagai vektor yang mentransfer gen-gen ini ke bakteri lainnya yang berada dalam spesies yang sama, maupun yang berbeda spesies atau genus. Gen transfer secara horizontal dapat terjadi melalui 3 mekanisme yaitu (2) :
·         Transformasi, mencakup pengambilan fragmen pendek atau naked DNA secara alamiah pada bakteri yang transformable
·         Transduksi, terjadi dengan adanya transfer DNA dari satu bakteri ke bakteri lainnya melalui bakteriofaga
·         Konjugasi, terjadi akibat adanya transfer DNA secara seksual melalui pilus seksual dan membutuhkan kontak antar sel
Gambar 2. Mekanisme Gen Transfer Horizontal (1)
Daftar Pustaka
1.      Admassie M. Current Review on Molecular and Phenotypic Mechanism of Bacterial Resistance to Antibiotik. 2018;7(2):13–9.
2.      Abebe E, Tegegne B, Tibebu S, Medicine V, Box PO. A Review on Molecular Mechanisms of Bacterial Resistance to Antibiotiks. 2016;8(5):301–10.
3.      Blair JMA, Webber MA, Baylay AJ, Ogbolu DO, Piddock LJ V. Molecular mechanisms of antibiotik resistance. Nat Rev Microbiol [Internet]. 2015;13(1):42–51. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/nrmicro3380
4.      Cox G, Wright GD. Intrinsic antibiotik resistance: Mechanisms, origins, challenges and solutions. Int J Med Microbiol [Internet]. 2013;303(6–7):287–92. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijmm.2013.02.009
5.      Munita JM, Arias CA, Unit AR, Santiago A De. HHS Public Access. Mech Antibiot Resist. 2016;4(2):1–37.
6.      Van Hoek AHAM, Mevius D, Guerra B, Mullany P, Roberts AP, Aarts HJM. Acquired antibiotik resistance genes: An overview. Front Microbiol. 2011;2(SEP):1–27.